Refleksi
Apalagi yang dicari?
Hidup memang tidak pernah ada puasnya. Tapi kita bisa dong memanej pilihan hidup kita. Mana yang harus diolah, dipertahankan, diperbaiki atau ditinggalkan.
Ada masanya kita untuk tidak lagi ngoyo mengejar dunia.
Dulu, mungkin sangat ambis ingin menghasilkan sesuatu. Apa-apa harus bisa, harus duluan, harus lebih bagus, harus lebih banyak dari yang lain.
Tapi saat semuanya sudah didapatkan, apa yang dirasakan?
Jemu.
Monoton.
Itu itu melulu.
Berlomba lagi.
Berambisi lagi.
Bersaing lagi.
Buat apa?
Ga bosan?
Lebih spesifik lagi pertanyaannya.
Masih belum puas?
Target hidup apa, sih?
Mulia. Sudah kah?
Masih jauh.
Nah, itu sadar. Kenapa ga fokus itu aja yang dikejar.
Bisa kok mulia tanpa senggol senggolan. Bisa kok mulia tanpa curigaan. Bisa kok mulia tanpa menjatuhkan. Bisa kok mulia bersama sambil senyum bareng-bareng. Tanpa ada yang merasa superior, lebih senior, lebih banyak tahu--tapi bablas jadi sok tahu--, dan merasa lebih lebih lagi dari yang lainnya.
Apalagi yang dicari?
Hidup ini udah hepi banget, loh. Keluarga dah keren, lingkungan kondusif, pertemanan solid--jauh dari kata toxic--, bestie melebihi saudara kandung, tetangga berasa saudara dekat. Semua serba wuihh kalo dilihat orang lain. Diri sendiri? Tentu tidak henti bersyukur dengan nikmat yang didapat saat ini, dan pasti selalu berdoa untuk tetap bahagia, kan.
Apalagi yang dicari?
Udah waktunya santai menikmati masa tua yang sebentar lagi datang. Mengenang pencapaian-pencapaian yang sudah diraih, menjaganya dan memupuknya untuk tetap lestari. Ga salah kok kalo dipamerin sekadarnya. Supaya jadi acuan buat yang lain biar lebih semangat mewarnai hidupnya. Iya ga salah. Yang salah itu, kalo lihatnya dari kacamata yang salah. Tapi bukan urusan kita juga, sih. Biarin aja dia lihat dari sisi mana.
Udah waktunya kita ga memikirkan hal-hal yang ga jelas yang nantinya jadi blunder.
Capek.
Otak butuh refreshing. Ngopi cantik bisa jadi solusi, kan.
Sudah waktu menikmati siang bersama keceriaan anak-anak yang mampir setiap hari untuk sekadar bertanya tentang PR Matematika. Bertanya terjemahan cerita berbahasa Inggris atau bersama menikmati rice bowl katsu sepuluhribuan. Bahagia yang amat sederhana.
Sudah waktunya menunggu sore sambil menantikan gerobak bubur Kang Enjum lewat di samping rumah. Kamu masuk tim mana, diaduk atau dibiarkan saja hingga kerupuknya mengeriput seperti cekungan di bawah mata? Ah, sore yang indah bukan?
Sudah waktunya menikmati malam dengan aroma mistisnya yang berwibawa. Tidak menakutkan tapi memberi semangat. Bahwa saat sendirian pun kita tetap berani bersuara. Karena menikmati drakor horor tanpa ekspresi itu seperti mati rasa. Boleh, kok, teriak-teriak kecil meluapkan emosi.
Sudah waktunya menikmati pagi tanpa huru hara. Menikmati pagi dengan sejuta aromanya, menghidu teh melati khas Sukorejo olahan tangan mertua. Ditemani biskuit monde sisaan yang tiap malam dicemilin bersama secangkir kopi Oldtown. Bahagia banget, kan.
Kok, kayak kode mau menikmati masa tua di kampung, ya. Emang iya. Haha.
Tahu, kan, menunggu kekasih pulang di pertengahan malam itu membutuhkan hati setegar batu karang. Bukan merinding karena suasana sepi, tapi lebih ngeri ketiduran lalu lupa mengunci pintu pagar, bahkan pintu rumah.
Ya, memang usia tidak bisa berbohong. Mungkin kapasitas otak sudah tidak mampu lagi menerima banyak informasi baru. Tidak bisa lagi mengolahnya, menimbang bahkan memberi solusi. Jadi biarkan apa adanya seperti saat ini. Bahagia yang sederhana. Tidak ada emosi, tidak ada kekecewaan, tidak ada kecurigaan apalagi buruk sangka yang menggerogoti kepercayaan.
Biarkan suasananya seperti ini, tidak ada hiruk pikuk ambisi yang tak tahu untuk apa dikejar. Sudah cukup dengan semua nikmat hidup yang didapat. Sudah berlebih. Kita hanya wajib bersyukur dan menunggu nikmat bagus itu terus bertambah. Kok pede? Harus dong. Karena, kata Allah, "Jika kamu bersyukur maka akan Kutambah nikmatmu," ya kaaan.
Harapan di akhir perjalanan adalah segala kebaikan. Hidup mulia, bisa mengantarkan dan menyaksikan anak cucu berhasil semua dalam hidupnya. Bahagia. Dan begitu tiba saatnya, semoga saat pergi meninggalkan dunia, tidak merepotkan yang lain.
So, hidup itu simpel, jangan dibikin sulit ya, jangan lupa bersyukur. Karena Allah melimpahkan begitu banyak karunia-Nya. Mau cari yang bagaimana lagi? Sudah cukup. Alhamdulillah ala kulli hal.
Baca juga : Memaknai Hidup dan Ujiannya

Komentar
Posting Komentar