Twin & Bahasa Jepang
Banyak yang bertanya darimana twin bisa bahasa Jepang, sedangkan di sekolahnya tidak ada pelajaran bahasa Jepang.
Jika kubilang mereka belajar otodidak, pasti banyak yang tidak percaya. Tapi memang yang kulihat selama ini, twin tidak pernah belajar dimana pun tentang bahasa Jepang ini. Paling banter belajar bareng dengan sesama teman ekskul Jepangnya di sekolah, tapi ini pun porsinya kecil sekali.
Anime Addict dan Cosplay
Mereka mengikuti ekskul tentang Jepang. Yang tidak hanya belajar bahasa Jepang tapi juga soal budayanya. Dan kebanyakan tentang anime--yang kulihat ya.
Kegiatan ekskul ini seperti hanya sebagai wadah anak-anak pecinta semua hal berbau Jepang. Paling banyak anggotanya adalah untuk mereka kaum wibu. Dan twin juga sering ikut serta even yang diadakan. Cosplay tokoh anime kesukaan dan lomba tentang Jepang. Termasuk di dalamnya kemahiran berbahasa Jepang. Malah yang kulihat effort untuk cosplay ini yang luar biasa banget, wkwkk. Twin sampe nabung dulu supaya bisa beli kostum incarannya. Dan tahu ga? Berapa kostum yang mereka miliki? 6 baju 🤫
![]() |
Twin dan Nabil (keponakan) saat memgikuti even cosplay di salah satu mal di Bekasi |
Lomba tentang Jepang
Ternyata ga cuma pesta kostum ini yang diikuti twin. Twin juga mengikuti aneka lomba berbau Jepang lainnya. Seperti lomba Kana, pengetahuan tentang Jepang. Lomba cerdas cermat bahasa dan budaya Jepang. Dan lomba menulis dan membaca teks Jepang. Dan amazing-nya mereka menang, sering malah. Dari antar sekolah se-kecamatan, se-kabupaten sampai se-Jabodetabek.
Nah, begitu tahu mereka sering menang lomba tersebut, barulah aku kaget. Lalu? Aku kepo deh ke mereka.
Loh, kok bisa?
Belajar dimana?
Emang kamu sejago itu, sampe bisa ngalahin banyak sekolah?
Pernah juara se-Jawa Barat di lomba bahasa Jepang yang dilaksanakan di Universitas Indonesia itu keren, bukan? Masih takjub dan tidak percaya sampai akhirnya diminta menemani datang ke UI untuk mengambil hadiahnya. Di situlah, baru akhirnya aku percaya ternyata anakku sekeren aku, eh sekeren itu.
![]() |
Aghnia saat memenangkan lomba Kana |
Bisa bersahutan ngomong Jepang dengan sesama peserta seperti halnya kita mengobrol santai. Meski katanya itu baru basic tapi aku sudah patut berbangga dong. Karena emaknya ini dah pasti kagak ngarti dia pade ngomong apaan.
Plot twist-nya waktu aku hadir di acara Carier Day di sekolah, bertemu beberapa guru dan duduk bersama dengan para orang tua lainnya. Awalnya kami cuma berbincang soal anak masing-masing, bertanya di kelas berapa dan mau kemana setelah SMA. saya menjawab sekadarnya. Sampai salah seorang guru yang baru datang dan menghampiri bertanya nama anak saya. Begitu saya jawab,
"Mama Aghnia dari XII C,"
"Waah mama Aghnia, senang sekali bisa bertemu, terima kasih ya mam, Aghnia sudah banyak menyumbangkan piala untuk sekolah."
Aku ngang ngong ngang ngong dong. Jangan-jangan nih guru salah orang. Aku iya iya aja dah. Pas acara selesai aku berkeliling untuk melihat poster/banner anak-anak yang berprestasi, satu anak satu banner, masyaAllah hampir semua dinding kelas dan aula di Bonlap tertutup banner 2x2 yang berisi foto close up anak berserta deretan prestasinya.
Sampai aku terkesiap begitu melihat banner di depanku, Aghnia menatapku dengan semringah, memegang piala besar dan medali serta beberapa sertifikat. Aku melepas kacamata, menatap lekat dan memastikan lagi.
"Beneran nih si Aghnia, anak aye," wkwkkk ternyata beneran si adek. Akhirnya seperti seorang yang baru bertemu idola aku sibuk berfoto di depan banner anak sendiri. Tapi fotonya malah ga ada, raib di hp lama ga terselamatkan. Huhu ...
![]() |
Aghnia dan Azima bertemu di even yang sama, dan memenangkan lomba yang berbeda |
Begitulah. Bagaimana dengan Azima?
Cerita Azima pun hampir sama. Kalau Azima variasi lomba yang diikuti beragam. Bukan hanya bahasa Jepang saja yang dia ikuti tapi juga OSN Kimia, menggambar dan menulis. Pialanya pun bejibun, bahkan piala paling besar dipajang paling depan di lobi sekolah. Dan saat aku melewatinya aku spontan berkata, "ini piala Azima yang dapetin," hahaha norak bener kan, tapi biarin aja. Emak-emak kadang memang butuh validasi hal retjeh seperti ini. Seperti yang sulungku bilang, "gapapa, biar umi seneng." Jiahhh.
Ujian JLPT
Untuk memvalidasi kemampuan twin dalam berbahasa Jepang tentu mereka ingin mendapat legalitas resmi. Akhirnya twin mendaftar ujian JLPT bersama kakaknya. Di kesempatan pertama ini mereka gagal. Hanya si sulung yang berhasil mendapatkan sertifikat N4.
Tapi twin tidak putus asa. Kali ini mereka sudah paham apa saja yang diujikan. Persiapannya pun lebih matang, belajar dari kumpulan soal ujian dan latihan menulis dan berbicara dengan lebih fasih.
Dan alhamdulillah, di kesempatan kedua twin berhasil mendapatkan sertifikat N5. Meski baru basic tapi mereka senang dan bangga, aku juga. Sangat jarang pelajar SMA yang aware dengan keterampilan berbahasa ini, apalagi sampai punya sertifikatnya. Meski begitu banyak juga peserta ujian level N5 ini dari kalangan pelajar. MasyaAllah.
Begitulah secuil cerita tentang bagaimana asal muasal twin mahir berbahasa Jepang. Mereka senantiasa meningkatkan skill bahasa Jepang karena berniat akan mengikuti ujian lagi untuk level yang lebih tinggi. Sertifikat mahir berbahasa ini nantinya sangat berguna. Bisa digunakan untuk bekerja dan meraih beasiswa. Semoga twin semakin mahir dan bisa sampai ke level tertinggi. Semangaaat.
Komentar
Posting Komentar